Perubahan akan selalu terjadi. Meskipun tidak ada cara mudah
untuk menghadapi perubahan, konsekuensi dari berpura-pura tidak ada dan tidak
terjadi perubahan akan menghasilkan bencana.
Untuk membuat strategi yang efektif, perusahaan harus dapat
mengenali trend (kecenderungan) yang terjadi dengan cepat. Dalam mengenali
trend dibutuhkan kemampuan seorang manajer untuk mempelajari, memahami dan
mengambil keuntungan dari perubahan temporer yang sedang terjadi.
Pengenalan trend secara akurat dapat membantu analisa bisnis
dan mempersatukan kebiasaan konsumen, mengurangi ketidakpastian, dan melihat
kesempatan baru. Sebagai contoh, Sam Walton, founder dari Wal-Mart, melihat
meningkatnya trend self-service pada tahun 1960-an dan memanfaatkan hal
tersebut sebelum yang lainnya. Pelanggan menginginkan pelayanan sendiri agar
dapat membeli barang dengan harga rendah. Sebagai hasilnya, Wal-Mart mendapat
kontribusi market share yang signifikan. Di saat yang sama, kurangnya tenaga
kerja pada industri membuat toko-toko retail (kelontong) sulit mendapat dan
mempertahankan pegawai yang baik. Pelayanan yang kurang memuaskan dan minimnya
pengetahuan produk dari pegawai retail mempercepat trend self-service pada
konsumen.
Ravi Kalakota & Marcia Robinson mendeskripsikan bahwa ada
20 trend besar yang mengendalikan organisasi untuk menjadi perusahaan dengan
e-business.
Kategori
Trend: Pelanggan
Kategori Trend: Pelanggan
- Pelayanan yang cepat (faster service)
- Swalayan (self-service)
- Beragam pilihan (more products choices)
- Solusi terintegrasi (integrated solutions)
Perubahan selera konsumen dari yang sebelumnya “memilih yang
terbaik” menjadi terintegrasi. Konsumen tidak lagi butuh retail lain atau toko
lain yang memberikan yang terbaik, konsumen menginginkan layanan bisnis yang
terintegrasi model one-stop-shopping.
Kategori Trend: e-Service
- Penjualan & layanan (integrated sales & service)
- Dukungan yang tanpa celah (seamless support)
- Jasa pengantaran yang nyaman dan persyaratan yang fleksibel (flexible fullfilment & convinient service delivery)
- Meningkatkan keterbukaan proses bisnis (increased process visibility)
Kategori Trend: Organisasi
- Pemberdayaan dari luar atau Alih Daya (outsourcing)
- Kontrak produksi (contract manufacturing)
- Distribusi virtual (virtual distribution)
Kategori Trend: Tenaga Kerja
- Memperkerjakan yang terbaik (hiring the best and brightest)
- Mempertahankan karyawan berbakat (keeping talented employees)
Kategori Trend: Teknologi Perusahaan
- Aplikasi perusahaan yang terintegrasi (integrated entreprise applications)
- Integrasi saluran (multichannel integration)
- Aplikasi penghubung (middleware)
Kategori Trend: Teknologi Umum
- Aplikasi web nirkabel (wireless web applications)
- Aplikasi informasi dan komputer tangan (handheld computing &information appliances)
- Konvergensi infrakstruktur (infrastructure convergence)
- Penyedia jasa aplikasi (application service provider)
Sekalipun ada banyak sekali daya pikat
e-business, masih ada sejumlah tantangan atau keterbatasan yang harus diatasi. Sebuah
survei yang dilakukan oleh majalah InternetWeek
pada tahun 1998 mengungkap sejumlah faktor non-teknis yang menghambat
perkembangan e-business. Faktor-faktor tersebut antara lain: biaya dan
justifikasinya (34,8% dari responden); keamanan dan privasi (17,2%); kurangnya trust dan adanya resistensi pemakai
(4,4%); dan faktor-faktor lainnya seperti belum bakunya standar dan regulasi
pemerintah, dinamika e-business sebagai bidang kajian baru, jasa pendukung yang
masih terbatas, masih terbatasnya jumlah penjual dan pembeli, potensi gangguan
terhadap relasi antar pribadi, dan akses Internet yang masih terbatas dan
relatif mahal bagi banyak pelanggan potensial.
Bisnis dotcom sempat ‘terguncang’ saat harga saham perusahaan-perusahaan dotcom di bursa Nasdaq (bursa paralel
AS) anjlok drastis pada bulan Maret-April 2000. Gejolak pun terjadi di
mana-mana, termasuk di Indonesia. Mulai banyak perusahaan dotcom yang
bertumbangan dan melakukan restrukturisasi. Di antara yang gulung tikar
terdapat nama-nama seperti www.Boo.com, www.Toysmart.com, www.Redrocket.com, www.ToyTime.com, www.BabyTime.com, www.Craftshop.com, dan www.indonesiakini.com. Sejumlah perusahaan
dotcom lainnya terpaksa harus
merasionalisasi karyawannya, di antaranya www.amazon.com,
www.altavista.digital.com, www.salon.com, www.eMusic.com,
www.furniture.com, www.Kozmo.com, www.Renren.com,
www.China.com, dan www.Tom.com.
Dalam lingkup yang lebih luas,
perkembangan e-business dalam
konteks ekonomi baru (new-economy)
atau Webonomics di Indonesia masih
menghadapi sejumlah tantangan besar, di antaranya:
- Peningkatan ketersediaan dan kecepatan akses internet secara luas. Sejauh ini tingkat penetrasi Internet di Indonesia masih rendah, yakni sekitar 3% dari jumlah penduduk. Selain itu, lambatnya akses Internet di Indonesia membuat WWW sering ‘diplesetkan’ menjadi World Wait Web.
- Pembenahan infrastruktur (seperti perangkat lunak dan perangkat keras) dan regulasi (menyangkut tarif telepon, jasa ISP, dan UU e-Commerce). Termasuk di dalamnya masalah communication protocols, telecommunication bandwith, kompatibilitas perangkat lunak e-business, pengaturan penerimaan pajak pemerintah dan perlindungan hak-hak konsumen dalam transaksi on-line.
- Isu privasi dan keamanan dalam transaksi via Internet, terutama masalah kartu kredit ‘ilegal’. Hal ini mempengaruhi rendahnya tingkat kepercayaan (trust) masyarakat, yang pada gilirannya menyebabkan masih rendahnya volume transaksi online. Kendati sistem keamanan transaksi di Internet telah mengalami perbaikan signifikan, tidaklah mudah mengubah persepsi konsumen dan meyakinkan mereka bahwa keamanan dan privasi transaksi mereka sangat terjamin. Belum lagi ditambah kenyataan bahwa pelanggan cenderung tidak mempercayai penjual yang tidak mereka ketahui dan tidak bertatap muka langsung dengan mereka. Juga ada kecenderungan bahwa konsumen tidak mempercayai transaksi tanpa kertas dan electronic money. Sudah menjadi ‘budaya’ di Indonesia bahwa setiap transaksi harus disertai bukti tertulis berupa nota atau kwitansi dengan tanda tangan dan stempel.
- Dalam banyak kategori produk, masyarakat Indonesia lebih menyukai model bisnis konvensional. Contohnya, masih banyak orang yang lebih suka membolak-balik majalah atau buku tertentu sebelum memutuskan untuk membeli. Lagipula, tidak semua jenis produk bisa diperdagangkan secara on-line, khususnya produk-produk yang membutuhkan kehadiran pelanggan secara fisik. Contohnya, jasa potong rambut, dokter gigi, operasi bedah, dan lain-lain.
- Biaya dan justifikasinya, misalnya menyangkut keputusan mengembangkan e-business sendiri versus outsourcing, kriteria memilih pemasok perangkat lunak dan infrastruktur, sulitnya mengkuantifikasi manfaat intangible dari sistem e-business (misalnya layanan pelanggan yang lebih baik dan nilai periklanan), dan lain-lain.
- Kecepatan dan kemudahan jasa-jasak penunjang, seperti logistik dan distribusi fisik, yang sangat diperlukan dalam mendukung efektivitas dan efisiensi layanan e-business. Jasa pendukung lainnya yang juga tak kalah pentingnya adalah ketersediaan copyright clearance centers untuk transaksi e-business, evaluator berkuaitas, dan pakar perpajakan e-business yang qualified.
Sumber:
http://sijenius.wordpress.com/2008/11/19/mengidentifikasi-trend-dalam-e-business/
Mengenal
E-Business. Anastasia Diana. 2001. Yogakarta: ANDI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar